Temukan Kedamaian
dan Keindahan
di Vihara Buddhagaya Watugong.

01

Sejarah Kami

Perjalanan Vihara Buddhagaya Watugong sebagai pusat pengembangan Buddhadhamma di Indonesia

Vihara Buddhagaya Watugong yang awalnya bernama Vihara Buddha Gaya memiliki sejarah panjang sejak tahun 1955 dan telah menjadi simbol penting dalam perkembangan agama Buddha di Indonesia.

Awal Mula

1955

Tahun 1955 seorang hartawan bernama Goei Thwan Ling (Sutopo) mempersembahkan tanah miliknya untuk digunakan sebagai pusat pengembangan Buddhadhamma. Tempat itu yang kemudian diberi nama Vihara Buddha Gaya dan pada 19 Oktober 1955 didirikan yayasan Buddha Gaya untuk menaungi aktivitas vihara.

Awal Mula
Nama

Nama "Watugong"

1960

Masyarakat mengkaitkan vihara dengan keberadaan Watu Gong yang ada di sekitar vihara. Pada kemudian hari, umat menyebut nama lain Vihara Buddha Gaya sebagai Vihara Watu Gong karena di dalamnya terdapat batu antik berbentuk gong. Dari sinilah seolah menjadi spirit tersendiri dimulainya pembabaran agama Buddha di tanah air.

Perkembangan Modern

2000

Sesudah mengalami pasang surut organisasi dan pembinaan, sejak tahun 2000 Vihara Buddha Gaya berkembang menjadi sebuah Buddhist Centre yang berfokus untuk menjadi tempat latihan umat dalam mempraktikan dhamma. Ditambah dengan berdirinya beberapa bangunan dan ornamen lain semakin mempercantik Vihara Buddha Gaya.

Perkembangan Modern

Warisan Budaya

Vihara ini bukan hanya menjadi tempat ibadah umat Buddha, tetapi menjadi milik masyarakat dan pemerintah, sebagai aset berharga dalam pluralisme bangsa dan negara Republik Indonesia.

Tempat Spiritual

Sebagai tempat praktik Dhamma, Vihara Buddhagaya Watugong menyediakan berbagai kegiatan spiritual untuk umat Buddha dan terbuka bagi masyarakat umum yang ingin mempelajari ajaran Buddha serta mengalami kedamaian yang ditawarkan oleh tempat ini.

Arsitektur Menawan

Dengan arsitektur yang memadukan unsur Tiongkok dan lokal, Vihara Buddhagaya Watugong memberikan pengalaman visual yang menarik. Ornamen dan struktur bangunan mencerminkan filosofi Buddha serta nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi.

Destinasi Wisata

Selain sebagai tempat ibadah, Vihara Buddhagaya Watugong juga menjadi destinasi wisata religi yang menarik. Pengunjung dapat menikmati keindahan bangunan, mempelajari sejarah Buddha, dan merasakan kedamaian yang ditawarkan di lingkungan vihara.

02

Eksplorasi Daya Tarik

Peta Vihara Watugong
1
Watu Gong
2
Gerbang Sanchi
3
Plaza Borobudur
4
Tugu dan Prasasti Asoka
5
Pohon Bodhi
6
Pagoda Avalokitesvara
7
Buddha Parinibbana
8
Bangunan Sivali
9
Rencana Buddha Berdiri
10
Dhammasala
11
Relief Patticasamupadda
12
Taman Baca Masyarakat
13
Kuti Samadhi
14
Kuti Bhikkhu

Berbagai Daya Tarik di Vihara Kami

Temukan berbagai daya tarik spiritual dan arsitektur yang memukau di Vihara Buddhagaya Watugong.

  • 1 Watu Gong
  • 2 Gerbang Sanchi
  • 3 Plaza Borobudur
  • 4 Tugu dan Prasasti Asoka
  • 5 Pohon Bodhi
  • 6 Pagoda Avalokitesvara
  • 7 Buddha Parinibbana
  • 8 Bangunan Sivali
  • 9 Rencana Buddha Berdiri
  • 10 Dhammasala
  • 11 Relief Patticasamupadda
  • 12 Taman Baca Masyarakat
  • 13 Kuti Samadhi
  • 14 Kuti Bhikkhu
×
1

Watu Gong

Watugong, sebuah batu granit yang memiliki kemiripan dengan gong, alat musik tradisional Jawa. Batu ini awalnya ditemukan secara tidak sengaja oleh para pekerja proyek yang terlibat dalam pembangunan jalan di sepanjang rute antara Semarang dan Solo, di dekat vihara.

Bentuknya yang khas dan memiliki kesamaan budaya dengan cepat menarik perhatian, sehingga batu tersebut ditetapkan sebagai landmark setempat. Batu yang oleh penduduk setempat mulai disebut sebagai "Watu Gong" (bahasa Jawa yang berarti "batu berbentuk gong") ini awalnya diletakkan di dekat pohon beringin besar di depan kompleks wihara.

Seperti bunyi gong yang menggetarkan hati, Watu Gong mengingatkan kita akan pentingnya kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan spiritual.

Namun, untuk meningkatkan visibilitas dan kehadiran simbolisnya, batu ini kemudian dipindahkan ke posisi yang lebih dekat dengan gerbang masuk Vihara Buddhagaya Watugong. Di lokasi ini, pohon beringin tersebut kini berfungsi sebagai simbol penyambutan bagi para pengunjung.

×
2

Gerbang Sanchi

Gerbang Sanchi merupakan pintu masuk utama ke Vihara Buddhagaya Watugong. Gerbang ini terdiri dari tiga lorong, masing-masing dihiasi dengan relief bergaya Tiongkok yang melambangkan harmoni budaya.

Desain arsitektur gerbang ini terinspirasi dari Stupa Agung Sanchi yang terkenal di India, sebuah situs yang dianggap sebagai salah satu bangunan batu paling terhormat di negara tersebut dan merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO.

×
3

Plaza Borobudur

Plaza Borobudur merupakan area terbuka yang terletak di depan bangunan Dhammasala, yang didesain dengan bentuk mandala Candi Borobudur.

Tata letak simbolis ini mencerminkan perjalanan spiritual yang digambarkan dalam arsitektur Borobudur dari duniawi ke dunia pencerahan yang mewakili jalan bertahap menuju kebangkitan spiritual dalam agama Buddha. Struktur mandala di alun-alun ini tidak hanya bermakna secara estetika tetapi juga bermakna secara spiritual.

Struktur ini mencerminkan tiga tingkatan kosmologi Buddha: Kamadhatu (dunia keinginan), Rupadhatu (dunia bentuk), dan Arupadhatu (dunia tanpa bentuk). Pengunjung yang berjalan melalui ruang ini diajak untuk merenungkan perjalanan ini, baik secara fisik maupun metaforis. Plaza Borobudur berfungsi sebagai ruang multifungsi untuk kegiatan keagamaan dan budaya di luar ruangan, seperti perayaan Waisak dan Dhamma walk.

×
4

Tugu dan Prasasti Asoka

Monumen Asoka adalah replika prasasti dekrit Raja Asoka yang tersebar di 34 wilayah di pelosok India, Nepal, Pakistan, dan Afganistan untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang program reformasi, dan mendorong masyarakat untuk lebih murah hati, bijaksana, dan bermoral. Salah satu yang paling terkenal adalah tentang toleransi beragama.

Relief batu Asoka yang terletak di dekat Gerbang Sanchi merupakan sebuah maklumat kepada masyarakat mengenai toleransi beragama. Bunyinya adalah "Janganlah kita menghormati agama kita sendiri dengan mencela agama lain. Sebaliknya, agama orang lain juga harus dihormati. Dengan melakukan hal tersebut, kita membantu agama kita sendiri untuk berkembang dan juga memberi manfaat bagi agama-agama lain. Dengan melakukan hal yang sebaliknya, kita akan merugikan agama kita sendiri dan juga merugikan agama orang lain."

×
5

Pohon Bodhi

Pohon Bodhi adalah simbol yang sangat sakral dalam agama Buddha, yang dipuja sebagai perwujudan hidup dari pencerahan. Pohon ini merupakan objek puja (persembahan kebaktian) dan penghormatan mendalam bagi umat Buddha di seluruh dunia.

Pohon yang berdiri di dalam Vihara Buddhagaya Watugong bukanlah sembarang pohon, melainkan pohon Bodhi hasil cangkokan yang induknya berasal dari Anuradhapura, Sri Lanka, sebuah kota yang dikenal sebagai tempat penyimpanan salah satu pohon Bodhi tertua dan tersuci di dunia. Pohon di Anuradhapura ini merupakan keturunan langsung dari Pohon Bodhi asli di Bodhgaya, India, tempat Pangeran Siddharta Gautama bermeditasi dan mencapai pencerahan sempurna, menjadi Buddha lebih dari 2.500 tahun yang lalu.

Melalui silsilah ini, Pohon Bodhi di Watugong menjadi penghubung yang hidup dengan momen sakral dalam sejarah manusia - sebuah penghubung yang nyata dengan tempat di mana perjalanan menuju pembebasan digenapi.

×
6

Pagoda Avalokitesvara

Pagoda Avalokitesvara adalah bangunan bergaya stupa yang megah dengan ciri khas arsitektur Tiongkok yang kuat, berdiri sebagai salah satu landmark paling ikonik di Vihara Buddhagaya Watugong. Menjulang setinggi 45 meter, pagoda ini tidak hanya menjadi pagoda tertinggi di Indonesia, namun juga merupakan simbol welas asih, kedamaian, dan peningkatan spiritual.

Di jantung pagoda terdapat Ruang Metta Karuna, yang dinamai sesuai dengan dua nilai utama ajaran Buddha: cinta kasih (metta) dan welas asih (karuṇā). Ruang suci ini menyimpan patung Bodhisattva Avalokitesvara, yang juga dihormati sebagai Guan Yin atau Kwan Im Po Sat, Dewi Welas Asih. Patung ini merupakan titik fokus spiritual yang kuat, yang dipercaya oleh para pemujanya untuk memberikan berkah, bimbingan, dan perlindungan kepada semua makhluk yang memujanya dengan niat tulus.

Secara arsitektur, pagoda ini memadukan pengaruh Cina-Mahayana dengan estetika lokal. Struktur tujuh tingkatnya melambangkan tujuh tingkat pencapaian spiritual, yang secara bertahap naik menuju pembebasan. Setiap tingkat dihiasi dengan ukiran rumit dan patung-patung yang mewakili berbagai Bodhisattva, wali, dan motif teratai, yang semuanya memiliki makna simbolis yang dalam.

×
7

Buddha Parinibbana

Buddha Parinibbana adalah salah satu benda suci yang masih tersisa dari masa awal pembangunan Vihara Buddhagaya Watugong.

Patung Buddharupam ini menggambarkan Buddha pada saat terakhirnya di dunia, berbaring miring ke kanan di bawah naungan dua pohon Sala, melambangkan peristiwa Parinibbana, atau Mangkatnya Sang Buddha, yaitu saat Buddha meninggalkan siklus kelahiran kembali dan memasuki pembebasan sempurna (Nibbana).

×
8

Bangunan Sivali

Bangunan Sivali adalah salah satu tempat peribadatan bagi umat Buddha. Nama Sivali sendiri diambil dari nama seorang Bhikkhu yang terkenal sebagai bhikkhu yang selalu mendapat dana makanan dalam jumlah besar. Beliau dikenal sebagai Bhikkhu Beruntung.

×
9

Rencana Buddha Berdiri

Salah satu ikon spiritual dan visual paling menonjol di Vihara Buddhagaya Watugong, Semarang, adalah Patung Buddha Berdiri. Patung ini rencananya memiliki tinggi mencapai 36 meter dan terbuat dari perunggu, yang melambangkan kekuatan, keteguhan, dan kesucian. Menariknya, patung ini merupakan hasil karya dari putra bangsa Indonesia sendiri, yang menunjukkan kebanggaan nasional serta kontribusi seniman lokal dalam melestarikan warisan budaya dan agama.

Patung ini berdiri di atas bangunan dasar yang terdiri dari tiga tingkat, yang masing-masing melambangkan tahapan dalam perjalanan spiritual. Pada tingkat dasar, direncanakan akan diletakkan sembilan model patung Buddha, yang kemudian akan direplikasi menjadi sebanyak 9.999 patung Buddha secara keseluruhan. Jumlah ini melambangkan keluasan ajaran Sang Buddha yang mencakup semua makhluk dan arah.

Keberadaan patung ini tidak hanya memperkuat nilai religius dari vihara, tetapi juga menjadi daya tarik utama secara visual dalam upaya promosi pariwisata berbasis budaya. Dalam konteks penelitian ini, patung Buddha berdiri menjadi salah satu elemen visual utama yang ditampilkan dalam video promosi, karena mengandung nilai spiritual yang kuat sekaligus daya pikat estetik yang mampu menarik perhatian calon wisatawan.

×
10

Dhammasala

Dhammasala, bangunan utama vihara, merupakan titik fokus praktik ini. Bangunan ini berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan dan spiritual yang dilakukan di vihara. Kegiatan tersebut meliputi puja, upacara kebaktian, sesi meditasi, dan pentahbisan bhikkhu dan samanera. Selain itu, vihara ini juga berfungsi sebagai tempat diskusi Dhamma Buddha. Vihara ini adalah tempat suci di mana para bhikkhu dan umat awam berkumpul untuk meningkatkan pemahaman dan penerapan ajaran Buddha.

Di dalam Dhammasala, terdapat Buddharupam (patung Buddha) dalam posisi Dhammacakkha Mudra, yang melambangkan saat Buddha pertama kali memproklamirkan Dhamma. Postur ikonik ini, yang dikenal sebagai "Memutar Roda Dhamma," menandai awal perjalanan pengajaran Buddha dan merupakan simbol kuat pencerahan dan penyebaran kebijaksanaan.

Pada acara-acara penting seperti Waisak atau Kathina, aula ini memainkan peran penting, menjadi titik fokus kegiatan yang ditandai dengan paritta, persembahan, dan kontemplasi bersama. Bagi praktisi pemula dan mereka yang tidak memiliki pelatihan formal, aula ini berfungsi sebagai tempat untuk menerima bimbingan, menghadiri khotbah, dan mengajukan pertanyaan untuk menyempurnakan praktik mereka.

×
11

Relief Patticasamupadda

Jika mengunjungi Dhammasala, pengunjung akan menemukan ornamen Triratna yang melambangkan Buddha, Dhamma, dan Sangha. Simbolisasi ini berfungsi untuk menginformasikan pengunjung tentang Buddha, Dhamma, dan siswa yang memperkenalkan Triratna. Triratna adalah gambaran yang mewakili konsep pembelajaran untuk melihat realitas kehidupan yang melekat dengan menguji elemen-elemen fundamental yang menimbulkan proses kehidupan, yang dicirikan oleh pola berulang dan transisi. Relief di lantai pintu masuk Dhammasala, yang terbuat dari batu hijau dan berbentuk melingkar dengan diameter 120 sentimeter, sangat menarik. Relief ini menunjukkan tiga binatang yang saling menggigit ekornya, yang merupakan simbol sumber fundamental kekotoran batin manusia.

Ciri lain dari Dhammasala adalah representasi Paticcasamuppāda, atau Kemunculan Tergantung, melalui Dua Belas Nidāna (12 mata rantai keberadaan). Relief rumit ini tidak hanya berfungsi sebagai elemen dekoratif tetapi juga sebagai instrumen pedagogis, yang berfungsi untuk mengingatkan pengunjung dan praktisi tentang filosofi inti ajaran Buddha, bahwa semua fenomena muncul tergantung pada fenomena lain.

Dua Belas Nidāna membentuk rantai berurutan yang menjelaskan proses samsara, atau yang dikenal sebagai siklus kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali. Setiap mata rantai dalam rantai ini mewakili kondisi yang menimbulkan kondisi berikutnya, sehingga menggambarkan bagaimana penderitaan berlanjut dalam siklus berkelanjutan kecuali seseorang mencapai penglihatan yang jelas dan pembebasan sejati. Dua belas mata rantai tersebut meliputi: 1. Avijjā (Ketidaktahuan), 2. Sankhāra (Formasi mental), 3. Viññāṇa (Kesadaran), 4. Nāma-rūpa (Nama dan bentuk), 5. Salāyatana (Enam basis indria), 6. Phassa (Kontak), 7. Vedanā (Perasaan), 8. Tanhā (Kehausan), 9. Upādāna (Kemelekatan), 10. Bhava (Menjadi), 11. Jāti (Kelahiran), 12. Jarāmaraṇa (Penuaan dan kematian)

×
12

Taman Baca Masyarakat

Perpustakaan ini berfungsi sebagai kantor sekretariat vihara dan menyimpan koleksi buku-buku Buddha dan buku bacaan umum. Perpustakaan ini terbuka bagi pengunjung untuk melihat atau membaca buku-buku yang berkaitan dengan sejarah Buddha.

×
13

Kuti Samadhi

Kuti adalah bangunan suci dan sederhana yang terbuat dari kayu besi, yang dikenal karena kekuatan dan daya tahannya, yang terutama berfungsi sebagai tempat istirahat dan tidur bagi para bhikkhu dan samanera (bhikkhu pemula). Penggunaan bahan alami yang kuat seperti kayu besi tidak hanya praktis untuk penggunaan jangka panjang, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai Buddha tentang kesederhanaan, keberlanjutan, dan harmoni dengan alam.

Selain fungsi utamanya sebagai tempat tinggal, kuti juga digunakan oleh umat awam dan peserta retret sebagai ruang untuk meditasi dan kontemplasi pribadi. Desain kuti yang tenang dan minimalis membantu menciptakan suasana yang damai dan penuh kesadaran, bebas dari gangguan. Dengan lingkungan yang tenang, hal ini memungkinkan para praktisi untuk fokus ke dalam, memperdalam konsentrasi, dan merenungkan Dhamma.

×
14

Kuti Bhikkhu

Kuti adalah bangunan suci dan sederhana yang terbuat dari kayu besi, yang dikenal karena kekuatan dan daya tahannya, yang terutama berfungsi sebagai tempat istirahat dan tidur bagi para bhikkhu dan samanera (bhikkhu pemula). Penggunaan bahan alami yang kuat seperti kayu besi tidak hanya praktis untuk penggunaan jangka panjang, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai Buddha tentang kesederhanaan, keberlanjutan, dan harmoni dengan alam.

Selain fungsi utamanya sebagai tempat tinggal, kuti juga digunakan oleh umat awam dan peserta retret sebagai ruang untuk meditasi dan kontemplasi pribadi. Desain kuti yang tenang dan minimalis membantu menciptakan suasana yang damai dan penuh kesadaran, bebas dari gangguan. Dengan lingkungan yang tenang, hal ini memungkinkan para praktisi untuk fokus ke dalam, memperdalam konsentrasi, dan merenungkan Dhamma.

03

Kegiatan

Program Keagamaan dan Sosial di Vihara Buddhagaya Watugong

Tidak hanya untuk berwisata, vihara juga masih aktif dalam aktivitas keagamaan yang dilakukan secara rutin seperti puja bakti rutin yang dilakukan pada setiap hari Minggu sore dan juga puja bakti perayaan 4 hari besar agama Buddha.

Meditasi Lintas Agama

Meditasi lintas agama merupakan salah satu kegiatan yang rutin dilakukan di Vihara Buddhagaya Watugong. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada hari Jumat sore dan diikuti oleh para peserta dari berbagai agama.

Setiap Jumat 08.00 WIB

Penggantian Kain Pohon Bodhi

Kegiatan penggantian kain pohon Bodhi merupakan sebuah rangkaian acara dalam menyambut Waisak. Kegiatan diawali dengan puja bakti didalam Dhammasala yang dipimpin oleh Bhikkhu.

Penyambutan Waisak 09.30 WIB

Hari Tri Suci Waisak

Hari Tri Suci Waisak merupakan puja bakti untuk memperingati kelahiran, penerangan sempurna dan wafatnya Sang Buddha. Peringatan ini diperingati pada bulan Mei setiap tahunnya.

Setiap Bulan Mei 16.00 WIB

Hari Asadha

Hari Asadha merupakan puja bakti untuk memperingati pertama kalinya Sang Buddha memutar roda dhamma atau mengajarkan dhamma pada 5 murid pertamanya.

Setiap Bulan Juli

Hari Raya Kathina

Hari Raya Kathina merupakan hari raya umat Buddha untuk mempersembahkan dana berupa 4 kebutuhan pokok kepada Sangha Bhikkhu.

Kegiatan Rutin

Hari Magha Puja

Hari Magha Puja merupakan puja bakti untuk memperingati 4 peristiwa agung dalam pemutaran roda dhamma.

Kegiatan Rutin

Berita Terbaru

Berita Terbaru dari Vihara Buddhagaya Watugong

Temukan informasi terbaru tentang kegiatan, acara, dan perkembangan di Vihara Buddhagaya Watugong. Kami selalu berusaha memberikan informasi yang bermanfaat bagi umat Buddha dan masyarakat umum.

Upacara Pergantian Pohon Bodhi di Vihara Buddhagaya Watugong: Simbol Pembaruan Spiritual Umat Buddha Semarang
13 Agustus 2025 Keagamaan

Upacara Pergantian Pohon Bodhi di Vihara Buddhagaya Watugong: Simbol Pembaruan Spiritual Umat Buddha Semarang

Vihara Buddhagaya Watugong menggelar upacara pergantian pohon Bodhi pada 27 April 2025, yang dihadiri oleh umat Buddha dari Semarang dan sekitarnya. Prosesi berlangsung khidmat dari pukul 16.00 hingga 18.00 WIB, dimulai dengan puja bakti, pembacaan paritta, dan doa bersama. Pohon Bodhi baru ditanam sebagai simbol pembaruan spiritual dan kelangsungan nilai dharma. Acara ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kebersamaan dan menjaga warisan budaya Buddhis di Watugong.

Baca Selengkapnya
Bhikkhu Tudong Singgah di Vihara Buddhagaya Watugong, Semarang: Warga Sambut dengan Antusias
13 Agustus 2025 Acara

Bhikkhu Tudong Singgah di Vihara Buddhagaya Watugong, Semarang: Warga Sambut dengan Antusias

Pada 7 Mei 2025, Vihara Buddhagaya Watugong, Semarang menjadi salah satu persinggahan Bhikkhu Tudong. Acara diawali dengan prosesi Pindapata yang diikuti umat secara khidmat, diikuti sesi Dhamma talk mengenai makna perjalanan Tudong. Kehadiran Bhikkhu Tudong disambut antusias umat dan masyarakat umum, menjadi momentum memperkuat keyakinan serta mengenalkan nilai kesederhanaan dan kedamaian ajaran Buddha. Setelah doa pelepasan, para Bhikkhu melanjutkan perjalanan ke vihara berikutnya di Jawa Tengah.

Baca Selengkapnya

Kontak

Hubungi Kami

Untuk informasi lebih lanjut tentang Vihara Buddhagaya Watugong, kegiatan yang kami selenggarakan, atau jika Anda ingin berkunjung, silakan hubungi kami melalui informasi kontak di bawah ini.

Alamat

Jl. Perintis Kemerdekaan Pudakpayung, Banyumanik,
Semarang, Jawa Tengah

Email & Telepon

Anny Kartikasari
(+62) 81 1288 566
Widina Lokhasari
(+62) 813 9939 9181

Jam Kunjungan

Senin - Minggu: 09.00 - 21.00 WIB




Tentang

Tentang Website Ini

Website ini dibuat oleh Richard Andreas Bastiaan dan Althof Ath-Thobarani di bawah bimbingan Naila Rohmah, S.Pd., M.Li sebagai bagian dari Tugas Akhir Program Studi Bahasa Asing Terapan Sekolah Vokasi.

Karya ini dikembangkan dengan tujuan mempromosikan Vihara Buddhagaya Watugong sebagai destinasi wisata spiritual dan budaya melalui media interaktif berbasis web. Pengembangan website ini merupakan hasil penelitian, perencanaan, dan produksi yang mencakup pembuatan konten visual, penulisan informasi, serta integrasi fitur interaktif untuk meningkatkan pengalaman pengunjung. Website ini secara resmi diserahkan kepada pihak Vihara Buddhagaya Watugong sebagai kontribusi nyata dalam mendukung promosi digital berbasis pariwisata.